Setelah Pilpres Perpolitikan ditanah air kembali memanas, faktor penyebabnya yaitu
pembahasan RUU Pemilihan kepala daerah. Pembahasan ini menjadi treding
topik saat ini. Dua kubu yang sedang bertempur di DPR RI antara Pilkada
langsung dipilih oleh rakyat dan disisi lain pilkada langsung
yang melalui DPRD. Penulis lebih suka mengggunakan semua metode
pilkada dengan istilah pilkada langsung walaupun di
laksanakan oleh DPRD. Sebab DPRD merupakan juga
perwakilan yang juga dipilih oleh rakyat melalui mekanisme pemlihan umum, maka DPRD suka
atau tidak suka merupakan wakil rakyat atau dengan kata lain mewakili kepetingan rakyat
Partai yang setuju dengan pilkada kembali ke DPRD yaitu
Fraksi Demokrat, Golkar, PAN, PPP, Gerindra disusul PKS.
Sementara PDIP, PKB dan Hanura memilih pilkada yang memilih kepala daerah melalui rakyat tanpa perwakilan (DPRD).
Para pengusung atau pendukung kedua metode mempunyai landasan masing masing. hemat saya Semua metode mempunyai nilai positip dan negatip. Terlalu naif jika dikatakan Pilkada yang dilaksanakan oleh DPRD sebuah kemunduran Demokrasi Dan tidaklah bijaksana mengatakan pilkada yang dilaksanakan tanpa perwakilan sebuah pesta yang menghamburkan duit semata.
Yok mari kita tonton apa hasil DPR RI tanggal 25 September 2014 nanti, Jika nantinya pihak tidak behasil menggolkan cita cita mereka toh masih ada MK, silakan uji disana.Kenapa opini masyarakat digiring ke ranah ranah diluar kemampuan mereka. Jika sebuah cita cita ataupun opini digiring giring dengan aksi aksi tidak cantik dengan berbagai strategi akan menghasilkan buah yang tidak segar dan cantik.
Martapura 11 September 2014