Saturday, September 6, 2014

AKU TAHU ANAK KU

Agil berhenti mainnya Baca buku pelajaran sekolah dulu ,
terus siapkan kebutuhan sekolah besok, ya bun, beberapa
menit kemudian agil kok belum dikerjakan, ok bunda, beberapa
menit berjalan masih juga agil belum mengerjakan apa yang
diperintahkan oleh bundanya. waduh agil tidak dengar ya nada
bicara bunda mulai meninggi. Dengan lesunya agil mulai
membuka buka buku sekolahnya tapi kelihatan betul raut
wajahnya tidak fresh alias layu. Melihat kondisi tersebut
saya hampiri, gil tadi game nya menang tidak, tadi sudah
level susah yah level tiga bayak benar rintanganya. yok kita
mainkan lagi gamenya tapi sampai level 3 aja ya. Dengan
sumringahnya agil meiyakan dan langsung menerkam tab androidnya nya.
Setelah mencoba beberapa kali masih belum bisa melewati level 3, saatnya saya menggunakan
jurus"gil sudah dicoba kan nah besok kita sambung lagi
sekarang waktunya kamu membaca. Hasilnya luar biasa dengan
muka senang agil membaca buku. Namun model pembelajaran
tersebut tidak bisa saya pakai pada saudaranya.Untuk si kecil
dia akan senang jika dijanjikan sesuatu, misalnya adik
rapikan lagi ya mainan nya nanti kita jalan jalan.

Sering kita mendengar para orang tua mengeluh bahwa anak
mereka nakal, tidak mau belajar dan sebagainya. Saya percaya
anak yang kita miliki tidaklah terlahir untuk menjadi
nakal.Secara fitrah mereka bersih kitalah yang membentuknya.

Saya pernah menonton acara televisi tentang pertanian,
para petani memanen semangkak yang aneh semangkanya berbentuk
segi empat tidak bulat ataupun lonjong. Sang reporter
bertanya kok bisa, bisalah mbak caranya gampang kok cukup
siapkan kota segiempat saja kemudian pasangkan atau jadikan
selubung pada buah semangka yang masih kecil. Nantinya akan
terbentuk segiempat. Berkaca dari para petani tersebut. Saya
percaya jika buah hati kita bina dari kecil dengan cara yang
baik akan menghasilkan baik juga. Tidak ada yang disebut
beda/nakal pada anak, yang ada adalah perbedaan metode
pendekatan dan sifat-sifat dasar anak.
Saat ini paradigma yang ada di masyarakat bahwa Membaca,
menulis dan berhitung merupakan cermin dari kecerdasan.
Padahal hal tersebut merupakan bagian dari kecerdasan,
artinya masih banyak kecerdasan lainnya. Celakanya lagi
sekolah sekolah di negeri ini mendukung teori kecerdasan
yang hanya membaca, menulis dan berhitung sehingga jika anak
lemah di bidang tersebut langsung dicap anak bodoh dan
orang tuanya dianggap gagal sebagai ayah dan bunda. Cobalah
berselancar di dunia maya temukan dan baca artikel bahwa di
negara negara maju seperti di jepang, anak anak setingkat SD
lebih ditekankan pelajaran perkerti dan moral,mereka
diajarkan bagaimana mencitai lingkungan, disiplin, mandiri
=
Terakhirnya saya mengutip tulisan dari komunitas ayah edi
" .Nak, sekolah yang pintar, ya. Supaya nanti kamu dapat sekolah
unggulan, lalu nanti kamu pintar cari uang, dapat gaji besar
dan hidupmu kelak akan bahagia”. Coba bandingkan dengan
nasihat ayah yang satu ini, “Nak, jika ingin bersekolah,
pilihlah sekolah yang membuat hatimu bahagia, yang
mengajarkan pengetahuan dan keterampilan yang kamu butuhkan
untuk menjadi yang terbaik dalam profesi impianmu