1. Ibnul
Qayyim berkata: Barangsiapa yang memperhatikan makanan yang dikonsumsi Nabi,
niscaya ia mengerti bahwa beliau tidak pernah memadukan menu antara SUSU dengan
IKAN, atau antara SUSU dengan CUKA, atau antara DUA MAKANAN yang sama-sama
MENGANDUNG UNSUR PANAS, UNSUR DINGIN, UNSUR LENGKET, UNSUR PENYEBAB SEMBELIT,
UNSUR PENYEBAB MENCRET, UNSUR KERAS, atau DUA MAKANAN yang mengandung UNSUR
KONTRADIKTIF, misalnya antara MAKANAN YANG MENGANDUNG UNSUR PENYEBAB SEMBELIT
DENGAN YANG MENGANDUNG PENYEBAB MENCRET, ANTARA YANG MUDAH DICERNA DENGAN YANG
SULIT DICERNA, ANTARA YANG DIBAKAR DENGAN YANG DIREBUS, ANTARA DAGING YANG
SEGAR, DENGAN YANG SUDAH DIGARAMI DAN DIKERINGKAN, ANTARA SUSU DENGAN TELUR,
DAN ANTARA DAGING DENGAN SUSU.
Beliau tidak pernah makan pada saat makanan tersebut masih sangat panas atau masakan yang dihangatkan untuk besok, makanan-makanan yang bulukan (berjamur) dan asin, seperti makanan-makanan yang DIASINKAN, DIASAMKAN, atau DIHANGUSKAN. Semua makanan ini berbahaya dan menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan.
Beliau tidak pernah makan pada saat makanan tersebut masih sangat panas atau masakan yang dihangatkan untuk besok, makanan-makanan yang bulukan (berjamur) dan asin, seperti makanan-makanan yang DIASINKAN, DIASAMKAN, atau DIHANGUSKAN. Semua makanan ini berbahaya dan menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan.
2. Nabi
Shalallahu ‘alaihi wassalam biasa melawan unsur panas pada makanan dengan unsur
dingin pada makanan lain, unsur kering suatu makanan dengan unsur basah pada
makanan lain, sebagaimana beliau memakan mentimun dengan ruthob (kurma matang
yang belum dikeringkan), makan tamr (kurma kering) dengan minyak samin, meminum
ekstrak kurma untuk melunakkan chymus (Materi semi cair, homogen, berkrim atau
seperti gruel yang dihasilkan oleh pencernaan makanan oleh lambung)
makanan-makanan keras. Itulah intisari makanan sehat.
3. Beliau tidak biasa minum ketika sedang makan,
sehingga akan merusaknya, apalagi jika air tersebut panas atau dingin, karena
itu pola makan yang buruk sekali.